
KLATEN (angkasanews.id) — Pagelaran kethoprak dalam rangka HUT RI ke-80 sekaligus peresmian Paguyuban Kethoprak Krido Mudo Budoyo di Desa Mlese, Kecamatan Cawas, Senin malam (1/9/2025), mendapat apresiasi khusus dari anggota DPRD Jawa Tengah, Kadarwati.
Menurutnya, pentas kethoprak bukan hanya tontonan hiburan, melainkan bagian penting dari upaya melestarikan seni tradisional yang hampir punah.
“Ini adalah melestarikan budaya, membangkitkan kembali, mencintai kesenian yang namanya kethoprak. Kesenian ini sudah lama sekali antara hidup dan mati. Alhamdulillah, Desa Mlese berhasil membangkitkannya,” ujar Kadarwati.
Legislator asal fraksi PDI perjuangan ini menekankan, kethoprak memiliki nilai lebih karena diperankan oleh para seniman lokal. Hal itu, menurutnya, mampu memberikan semangat baru sekaligus menumbuhkan rasa handarbeni atau rasa memiliki terhadap budaya sendiri. “Kalau kita punya rasa handarbeni, kita akan mencintai sekaligus merasa senang dengan kesenian kita sendiri,” imbuhnya.
Kadarwati juga menyebutkan bahwa semangat ini sejalan dengan gagasan Trisakti Bung Karno, khususnya dalam hal berkepribadian dalam kebudayaan. Dengan menghidupkan kembali kethoprak, Desa Mlese telah memberi contoh nyata bagaimana kesenian daerah bisa dijaga dan diwariskan untuk generasi mendatang.
“Ini patut kita beri dukungan penuh. Mudah-mudahan kethoprak terus hidup di masyarakat, bukan hanya di desa, tetapi juga bisa menjadi agenda kabupaten bahkan provinsi,” pungkasnya.
Kepala Desa Mlese Sanyoto menyampaikan, paguyuban ini sebenarnya telah ada sejak lama, namun sempat mati suri puluhan tahun. Baru pada tahun 2024, kesenian kethoprak dihidupkan kembali dan mendapat sambutan positif dari masyarakat.
Tahun ini, paguyuban tersebut akhirnya diresmikan namanya secara resmi oleh Bupati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo, dengan ditandai pemotongan tumpeng.
Pada malam peresmian itu, lakon “Nambi Mbalelo” dimainkan dengan apik. Lakon ini sarat makna tentang kesetiaan, tanggung jawab, dan konsekuensi dari pengkhianatan.
Penampilan para seniman semakin meriah dengan hadirnya bintang tamu Apri Mimin, Eka Uget-uget, serta Gareng Gepeng dari Karanganyar yang menambah daya tarik pertunjukan. Gelak tawa, tepuk tangan, dan sorak sorai penonton mengiringi jalannya pementasan hingga larut malam.
Kehadiran Krido Mudo Budoyo menjadi wujud nyata upaya nguri-uri budaya Jawa, khususnya seni kethoprak yang kini semakin jarang ditemui di Kabupaten Klaten.
“Harapan kami, kethoprak bisa kembali hidup, tidak hanya tampil di tingkat desa, tapi juga di agenda kabupaten, berdampingan dengan wayang kulit,” ungkapnya.
Dengan apresiasi dari legislatif, pagelaran kethoprak di Mlese tak hanya menjadi hiburan warga, tetapi juga momentum kebangkitan seni tradisi Jawa yang sarat nilai filosofi dan identitas bangsa. (jati)
Related Posts
Apel KOKAM Klaten, Sekretaris Umum Pemuda Muhammadiyah Serukan Pengabdian dan Integritas Kader
Evaluasi TP PKK di Desa Bawak Dorong Semangat Pembinaan dan Peningkatan Kinerja Kader
Tradisi Rasulan di Sunggingan, Wayang Kulit Jadi Simbol Syukur dan Kebersamaan Warga
Tradisi Bersih Dusun di Jalin Karangdowo: Arak-arakan Hasil Bumi hingga Wayang Kulit
Guyub Rukun, Pemdes dan Warga Sabranglor Gelar Pentas Jatilan hingga Ketoprak Sirnaning Pedut Singosari
No Responses